Rabu, 18 Desember 2013

Dunia memang TIDAK ADIL kawan :)







Life is not fair, dunia ini sungguh benar-benar TIDAK ADIL kawan. Mengapa saya berani bilang seperti itu? karena memang brgitulah adanya. Perhatikan saja, dunia selalu memperhatikan sebagian orang, sementara benar-benar cuek terhadap sebagian orang lain.

Salah satu bab di buku how to master your HABITS karya Felix Y.Siaw yang satu ini sedikit banyak telah membuka fikiran saya, betapa tidak adilnya dunia. Coba lihat, dunia selalu berpihak pada orang yang istimewa dan tak pernah berpihak pada orang yang biasa.

Dalam banyak hal menjadi berbeda itu bagus, mengapa? Karena dengan berbeda kita akan diingat banyak orang. Tentunya perbedaan yang ke arah positif. Sekali lagi disebutkan disini bahwa dunia memang tidak adil dan dunia hanya bisa mengigat beberapa nama saja, tidak SEMUA. Yang dapat diingat oleh dunia hanyalah orang-orang yang tidak biasa, yang dapat keluar dari kerumunan, orang-orang yang spesial atau dalam buku ini disebut sebagi “the outliers”. Sedangkan orang yang biasa-biasa saja, yang tidak diingat oleh dunia, yang ditinggal waktu dinamakan “Out of Order”.

Contoh konkretnya saja, didalam dunia pendidikan, anak-anak yang cerdas atau yang memiliki kemampuan yang lebih dibandingkan yang lain, tentu saja akan lebih mudah diingat oleh semua orang, oleh teman-temannya, gurunya dan tidak terkecuali siapapun yang terlibat dalam lingkungan itu. sementara anak-anak mayoritas, yang kebiasaannya di nilai biasa-biasa saja, tentu cukup sulit untuk orang lain mengenalnya.

Didalam dakwah, aktivis dakwah (Da’i/da’iyah) diposisikan sebagai qa’id (pemimpin dan contoh) bagi ummat. Oleh karena itu harus ada keahlian yang di pandang oleh ummat, yang membuatnya percaya dan yakin bahwa mereka layak untuk mengarahkan perjuangan, layak untuk menyandang gelar ‘pewaris Nabi’. Tapi bagaimana bisa mereka bisa menjadi qa’id apabila ummat pun tidak mengetahui siapa mereka dan apa yang mereka dapat lakukan, bahkan tidak mengingat mereka sama sekali. Dalam hal ini differensiasi (perbedaan) sangat diperlukan.

Masyarakat memang tidak mampu mengingat banyak orang, mereka hanya mengingat yang istimewa. Dan hanya mengingat orang dengan spesialisasi tertentu. Misalnya, bila masyarakat berbicara tentang ekonomi syari’ah, maka akan ada beberapa nama teratas yang diingat oleh masyarakat, sudahkah nama kita masuk dalam daftar itu?

Atau contoh sederhananya, bila para guru berbicara tentang anak-anak yang cerdas, maka para guru akan menyebutkan nama anak-anak cerdas teratas yang mereka ingat, namun sudahkah kita masuk dalam daftar itu? Lantas, mau sampai kapan kita menyandang gelar ‘ordinary’? menyandang gelar biasa-biasa saja sampai-sampai duniapun tak mengenal siapa kita.

Mari ingat baik-baik, dunia memang TIDAK ADIL. Hanya outliers yang akan diingat, hanya orang-orang yang mempunyai kemampuan lebih, hanya orang-orang yang ‘spesial’ lah yang akan diingat. Sementara yang biasa-biasa saja ‘out of order’ lain belum tentuu akan diingat dunia dan kebanyakan akan dilupakan sejarah.

Bila di dunia ini orang cerdas bertambah cerdas, yang kaya bertambah kaya, yang terkenal menjadi semakin terkenal, lalu bagaimana yang tidak cerdas, miskin dan tidak terkenal?

            Hidup adalah pilihan bukan? Mau menjadi orang yang biasa-biasa saja (out of order) atau menjadi orang yang tidak biasa (outliers) itu adalah pilihan kita. Tentunya kita harus tahu harga apa yang harus dibayar untuk mendapatkan gelar itu dan apa manfaatnya bagi kehidupan kita.
Wallahua’lam bishowab..

*tih_181213 15.40*

Sabtu, 23 November 2013

Apakah (nanti) aku bisa sepertinya???





            Air mataku menetes saat membaca novel Eliana karangan Tere Liye saat tiba di bab “Kasih Sayang Mamak”. Diceritakan disana bahwa Eliana si anak sulung putri bapak dan mamak sedang kabur dari rumah, karena menganggap mamaknya tidak sayang lagi padanya. Dia memutuskan untuk kabur dari rumahnya karena suatu hal ke rumah wak Yati, kakak perempuan bapaknya.


            Setelah 3 hari kabur dari rumah dan bapaknya memutuskan untuk menjemput Eliana pulang saat itu, tapi Eliana tetap menolak pulang ke rumah karena masih keras kepala menganggap mamaknya tidak sayang lagi padanya. Hingga akhirnya pada malam itu terjadi percakapan antara wak Yati dan Eliana yang benar-benar membuat diri ini merasa ‘ditampar’.


            “Jika kau tahu sedikit saja apa yang apa yang telah dilakukan seorang ibu untukmu, bahkan yang kau tahu itu sejatinya bahkan belum sepersepuluh dari pengorbanan, rasa cinta, serta rasa sayangnya kepada kalian”. ketika membaca kalimat itu diri ini merasa sangat malu. Terbayang wajah ibu, di benakku.


Sebelumnya, aku menganggap tahu semua pengorbanan ibu ku, sok tahu, sok mengerti, padahal yang ku tahu itu belum ada apa-apanya dibanding semua yang ibuku lakukan untuk kami anak-anaknya selama ini. Ibuku pernah bilang bahwa kasih sayang orang tua itu sepanjang masa, sedangkan kasih sayang anak itu hanya sepanjang tangan.


Walaupun pada awalnya aku sempat protes, namun setelah ibu  menjelaskan baru aku faham. Sesayang-sayangnya seorang anak kepada orang tuanya mereka tidak akan  bisa membalas semua kasih sayang dan pengorbanan orangtuanya itu. Ambil contoh konkretnya saja, ketika kita sudah menikah dan memiliki keluarga baru, kita pasti akan sibuk dengan urusan kita dan mungkin saat itu kita terkadang atau bahkan akan sering melupakan kedua orangtua kita.


Ibu juga menjelaskan saat itu, saat kita masih bayi ibu selalu dengan senang hati mengurus kita, memandikan, memberi makan, semuanyaaa bahkan *maaf* saat kita buang air besar pun ibu tidak pernah merasa jijik untuk membersihkan kotoran kita itu, meski saat itu beliau sedang makan.


Lantas apakah seorang anak akan melakukan hal yang sama ketika orang tuanya sudah tua dan tidak bisa mengurus diri mereka sendiri lagi? Sayangnya, sedikit sekali anak-anak yang sanggup melakukan itu. kebanyakan malah dengan tega menitipkan orang tuanya ke panti jompo dengan alasan yang tak masuk akal, karena sibuk, merepotkan atau apalah. Bukankah saat kita kecil orang tua kita tak pernah hitung-hitungan dalam mengurus kita?


“Pernahkan kau memperhatikan, bukankah mamak kau yang terakhir kali bergabung di meja makan? Bukankah mamak kau orang terakhir yang menyendok sisa gulai atau sayur? Bukankah mamak kau yang kehabisan makanan di piring? Bukankah mamak yang terakhir kali tidur? Baru tidur setalah memastikan kalian semua telah tidur? Bukankah mamak yang terakhir kali beranjak istirahat? Setelah kalian semua istirahat? Bukankah mamak kau selalu yang terakhir dalam setiap urusan.”


“Dan mamak kau juga yang selalu pertama dalam urusan lainnya. Dia yang pertama bangun. Dia yang pertama membereskan rumah. Dia yang pertama kali mencuci, mengelap, mengepel. Dia yang pertama kali ada saat kalian terluka, menagis, sakit. Dia yang pertama kali memastikan kalian baik-baik saja. Mamak kau yang selalu pertama dalam urusan itu Eli. Tidak pernahkan kau memperhatikannya?”


Kalimat-kalimat itu membuat pipi ku basah, semuanya benar, ibu adalah orang yang pertama dan terakhir tapi mengapa aku sering melupakannya? Ibuku yang selalu mengurus keperluanku dari dulu sampai sekarang. bahkan saat ibuku bertanya tentang banyak hal ketika aku baru pulang dari sekolah atau dari manapun, terkadang aku menjawabnya dengan balasan yang singkat atau malah terkadang hanya dengan anggukan dan gelengan kepala saja, dengan alasan aku capek. Padahal ibu sudah rela meluangkan waktu untuk memberi perhatian kepadaku setelah beberapa waktu tak bertemu.


Terkadang ibu memintaku untuk tetap diam dirumah saat hari minggu, ibu bilang ingin melihat wajahku setelah 6 hari aku sibuk dengan urusanku dan mungkin bisa dibilang hanya ‘menumpang’ tidur saat malam saja dirumah. Tapi terkadang aku menolak dengan alasan ini dan itu, bersikap sok sibuk sok..sok.. :’(


Ibu yang selalu ada saat aku sakit, bahkan ibu pasti tidak tidur semalaman saat aku sedang sakit. Sedangankan saat ibu sakit? Aku masih tetap bisa tidur. hanya mengurus beliau sekadarnya saja.


Ibu juga yang selalu sibuk memasak untukku saat pagi hari. Memasak ini itu, ibu bilang tak tega kalau sampai anaknya tidak makan, ibu yang selalu menyiapkan bekal sekolahku, setiap pagi ketika aku hendak pergi ke sekolah kotak makanan hangat dan sebotol minum sudah tersedia rapi didekat tas sekolahku. Bahkan ibu yang selalu repot membawakan sarapan pagiku jika aku tidak sempat makan saat itu.


Saat teman-temanku mengeluhkan kurangnya perhatian dari ibu mereka karena ibu mereka sibuk bekerja, saat itu aku baru menyadari bahwa ibuku adalah sosok ibu yang baik. Aku bersyukur memiliki seorang ibu yang selalu untukku tapi mengapa sering kali  aku melupakannya? :’(


Dan pertanyaan yang sedang menari-nari di kepalaku saat ini adalah “apakah (nanti) aku bisa sepertinya?” memperlakukan anak-anakku kelak seperti ibu memperlakukan ku, memberi kasih sayang, perhatian, cinta dan semuanya. Bisakah nanti aku menjadi seperti ibuku? Yang selalu ada saat dibutuhkan anaknya? Yang selalu menjadi pertama dan terakhir bagi anak-anaknya? Aku ingin menjadi seperti ibuku :’)


 Semoga Allah melimpahkan rahmatnya untuk para ibu yang telah merelakan hidupnya untuk melayani, mengasuh serta menjaga suami dan anak-anaknya *Aamiin*..

Sabtu, 09 November 2013

Makna Sebuah Titipan... :')







Sering kali aku berkata, ketika orang memuji milikku,
bahwa sesungguhnya ini hanya titipan
Bahwa mobilku hanya titipan Nya, bahwa rumahku hanya titipan Nya,
bahwa hartaku hanya titipan Nya Tetapi, mengapa aku tidak pernah bertanya, mengapa Dia menitipkan padaku? Untuk apa Dia menitipkan ini padaku?
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik Nya ini?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yg bukan milikku?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh
Nya?
 Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah,
kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka,
kusebut dengan panggilan apa saja yang melukiskan bahwa itu adalah derita
Ketika aku berdoa, kuminta titipan yg cocok dengan hawa nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta, lebih banyak mobil, lebih banyak rumah,
lebih banyak popularitas, dan kutolak sakit, kutolak kemiskinan.
Seolah semua “derita” adalah hukuman bagiku
Seolah keadilan dan kasih Nya harus berjalan seperti matematika:
“aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh dariku,
dan nikmat dunia kerap menghampiriku
Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan kekasih
Kuminta Dia membalas “perlakuan baikku” dan
menolak keputusan Nya yang tak sesuai keinginanku,
Gusti, padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanyalah untuk
beribadah…
“Ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja”

(WS Rendra)
:’)

Jumat, 01 November 2013

Aku Jatuh Cinta :’)





            Aku jatuh cinta, kalian fikir kali ini aku sedang bercanda?? Tidak sama sekali teman. Aku benar-benar sedang jatuh cinta sekarang. Belakangan ini aku betul-betul merasakan atmosfer cinta disekeliling ku. Cinta itulah yang membuat hari-hariku seperti goresan tinta warna-warni, menyenangkan.. kalian pernah merasakannya? Lalu mungkin yang menjadi pertanyaan kalian sekarang, dengan siapa aku jatuh cinta saat ini? Baiklah jika kalian memang benar-benar ingin tau, lanjutkan membacanya :’)

            Teman-teman karib ku, iyaaa aku sedang jatuh cinta dengan mereka. Tunggu dulu, kalian jangan memikirkan yang tidak-tidak, bukankah jatuh cinta itu bukan hanya untuk lawan jenis? Entah mengapa pula aku menjadi begitu sayang kepada mereka. Mungkin karena sudah banyak hal yang sudah kami lalui bersama.

           
            Mungkin ku fikir kisah ini lebih menarik dibandingkan dengan kisah orang-orang yang sedang kasmaran dengan lawan jenis, iyaa kisah persahabatan ini jauh lebih menarik dari itu, aku yakin. Bagaimana tidak lebih menarik? Kami selalu bisa berbagi banyak hal, melakukan banyak hal bersama, bercerita, menangis, tertawa, saling memberi dukungan, membicarakan mimpi-mimpi hebat kami, dan lebih banyak hal lagi tentunya. Ada didekat mereka selalu bisa menghiburku, melupakan banyak hal yang menyusahkan hati dan tentunya menambah semangat bagiku untuk mewujudkan mimpi-mimpiku, mimipi-mimpi kami :’)


            Aku sayang mereka, seperti aku menyanyangi diriku dan keluargaku sendiri. Tanpa mereka mungkin aku akan menjadi manusia yang benar-benar sengsara karena kesepian dan miskin penggalaman tentunya. Aku sayang mereka, walaupun tak jarang ada keributan kecil di antara kami, aku yakin itu adalah proses agar kami bisa lebih mengerti satu sama lain.


            Aku sayang mereka, aku harap semua mimpi-mimpi kami dapat terwujud. Aku selalu berdo’a agar Allah memberi yang terbaik bagi mereka. Aku sayang mereka dan semoga kami bisa bertemu lagi di suatu tempat yang sangat indah, yang telah kami impi-impikan selama ini. Semoga saja, ukhuwah ini akan kekal hingga kami bisa berkumpul di surga-Nya bersama lagi kelak, aamiin :’)


“Dalam Dekapan Ukhuwah, Kita mengambil cinta dari langit lalu menebarkannya di bumi, sungguh di syurga menara-menara cahaya menjulang untuk hati yang saling mencinta, mari membangunnya di sini, dalam dekapan ukhuwah” (Salim A.Fillah) ^_^

“… Dan Allah yang mempersatukan hati para hamba beriman. Jikapun kau nafkahkan perbendaharaan bumi seluruhnya untuk mengikat hati mereka, takkan bisa kau himpun hati mereka. Tetapi Allah-lah yang telah menyatupadukan mereka …” [Al-Anfaal: 63]