Sabtu, 23 November 2013

Apakah (nanti) aku bisa sepertinya???





            Air mataku menetes saat membaca novel Eliana karangan Tere Liye saat tiba di bab “Kasih Sayang Mamak”. Diceritakan disana bahwa Eliana si anak sulung putri bapak dan mamak sedang kabur dari rumah, karena menganggap mamaknya tidak sayang lagi padanya. Dia memutuskan untuk kabur dari rumahnya karena suatu hal ke rumah wak Yati, kakak perempuan bapaknya.


            Setelah 3 hari kabur dari rumah dan bapaknya memutuskan untuk menjemput Eliana pulang saat itu, tapi Eliana tetap menolak pulang ke rumah karena masih keras kepala menganggap mamaknya tidak sayang lagi padanya. Hingga akhirnya pada malam itu terjadi percakapan antara wak Yati dan Eliana yang benar-benar membuat diri ini merasa ‘ditampar’.


            “Jika kau tahu sedikit saja apa yang apa yang telah dilakukan seorang ibu untukmu, bahkan yang kau tahu itu sejatinya bahkan belum sepersepuluh dari pengorbanan, rasa cinta, serta rasa sayangnya kepada kalian”. ketika membaca kalimat itu diri ini merasa sangat malu. Terbayang wajah ibu, di benakku.


Sebelumnya, aku menganggap tahu semua pengorbanan ibu ku, sok tahu, sok mengerti, padahal yang ku tahu itu belum ada apa-apanya dibanding semua yang ibuku lakukan untuk kami anak-anaknya selama ini. Ibuku pernah bilang bahwa kasih sayang orang tua itu sepanjang masa, sedangkan kasih sayang anak itu hanya sepanjang tangan.


Walaupun pada awalnya aku sempat protes, namun setelah ibu  menjelaskan baru aku faham. Sesayang-sayangnya seorang anak kepada orang tuanya mereka tidak akan  bisa membalas semua kasih sayang dan pengorbanan orangtuanya itu. Ambil contoh konkretnya saja, ketika kita sudah menikah dan memiliki keluarga baru, kita pasti akan sibuk dengan urusan kita dan mungkin saat itu kita terkadang atau bahkan akan sering melupakan kedua orangtua kita.


Ibu juga menjelaskan saat itu, saat kita masih bayi ibu selalu dengan senang hati mengurus kita, memandikan, memberi makan, semuanyaaa bahkan *maaf* saat kita buang air besar pun ibu tidak pernah merasa jijik untuk membersihkan kotoran kita itu, meski saat itu beliau sedang makan.


Lantas apakah seorang anak akan melakukan hal yang sama ketika orang tuanya sudah tua dan tidak bisa mengurus diri mereka sendiri lagi? Sayangnya, sedikit sekali anak-anak yang sanggup melakukan itu. kebanyakan malah dengan tega menitipkan orang tuanya ke panti jompo dengan alasan yang tak masuk akal, karena sibuk, merepotkan atau apalah. Bukankah saat kita kecil orang tua kita tak pernah hitung-hitungan dalam mengurus kita?


“Pernahkan kau memperhatikan, bukankah mamak kau yang terakhir kali bergabung di meja makan? Bukankah mamak kau orang terakhir yang menyendok sisa gulai atau sayur? Bukankah mamak kau yang kehabisan makanan di piring? Bukankah mamak yang terakhir kali tidur? Baru tidur setalah memastikan kalian semua telah tidur? Bukankah mamak yang terakhir kali beranjak istirahat? Setelah kalian semua istirahat? Bukankah mamak kau selalu yang terakhir dalam setiap urusan.”


“Dan mamak kau juga yang selalu pertama dalam urusan lainnya. Dia yang pertama bangun. Dia yang pertama membereskan rumah. Dia yang pertama kali mencuci, mengelap, mengepel. Dia yang pertama kali ada saat kalian terluka, menagis, sakit. Dia yang pertama kali memastikan kalian baik-baik saja. Mamak kau yang selalu pertama dalam urusan itu Eli. Tidak pernahkan kau memperhatikannya?”


Kalimat-kalimat itu membuat pipi ku basah, semuanya benar, ibu adalah orang yang pertama dan terakhir tapi mengapa aku sering melupakannya? Ibuku yang selalu mengurus keperluanku dari dulu sampai sekarang. bahkan saat ibuku bertanya tentang banyak hal ketika aku baru pulang dari sekolah atau dari manapun, terkadang aku menjawabnya dengan balasan yang singkat atau malah terkadang hanya dengan anggukan dan gelengan kepala saja, dengan alasan aku capek. Padahal ibu sudah rela meluangkan waktu untuk memberi perhatian kepadaku setelah beberapa waktu tak bertemu.


Terkadang ibu memintaku untuk tetap diam dirumah saat hari minggu, ibu bilang ingin melihat wajahku setelah 6 hari aku sibuk dengan urusanku dan mungkin bisa dibilang hanya ‘menumpang’ tidur saat malam saja dirumah. Tapi terkadang aku menolak dengan alasan ini dan itu, bersikap sok sibuk sok..sok.. :’(


Ibu yang selalu ada saat aku sakit, bahkan ibu pasti tidak tidur semalaman saat aku sedang sakit. Sedangankan saat ibu sakit? Aku masih tetap bisa tidur. hanya mengurus beliau sekadarnya saja.


Ibu juga yang selalu sibuk memasak untukku saat pagi hari. Memasak ini itu, ibu bilang tak tega kalau sampai anaknya tidak makan, ibu yang selalu menyiapkan bekal sekolahku, setiap pagi ketika aku hendak pergi ke sekolah kotak makanan hangat dan sebotol minum sudah tersedia rapi didekat tas sekolahku. Bahkan ibu yang selalu repot membawakan sarapan pagiku jika aku tidak sempat makan saat itu.


Saat teman-temanku mengeluhkan kurangnya perhatian dari ibu mereka karena ibu mereka sibuk bekerja, saat itu aku baru menyadari bahwa ibuku adalah sosok ibu yang baik. Aku bersyukur memiliki seorang ibu yang selalu untukku tapi mengapa sering kali  aku melupakannya? :’(


Dan pertanyaan yang sedang menari-nari di kepalaku saat ini adalah “apakah (nanti) aku bisa sepertinya?” memperlakukan anak-anakku kelak seperti ibu memperlakukan ku, memberi kasih sayang, perhatian, cinta dan semuanya. Bisakah nanti aku menjadi seperti ibuku? Yang selalu ada saat dibutuhkan anaknya? Yang selalu menjadi pertama dan terakhir bagi anak-anaknya? Aku ingin menjadi seperti ibuku :’)


 Semoga Allah melimpahkan rahmatnya untuk para ibu yang telah merelakan hidupnya untuk melayani, mengasuh serta menjaga suami dan anak-anaknya *Aamiin*..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar