Rabu, 18 September 2013

Bahagia itu sederhana






Ide menulis artikel kali ini datang dari sekumpulan anak-anak kecil yang saya temui dijalan sore hari saat pulang sekolah beberapa hari lalu. Kebetulan trotoar jalan yang saya lewati ada galian lubang proyek under pass yang belum selesai. Karena akhir-akhir ini hujan sering datang ke kota saya, maka lubang tersebut dipenuhi genangan air. Iyaa, genangan air bercampur tanah liat jadi warnanya seperti susu coklat *hehehe*.

Apa yang menarik? Lubang yang berisi air itu pun bisa jadi kolam berenang dadakan bagi anak-anak tersebut. Jika dilihat sih memang airnya keruh, tapi memperhatikan keceriaan mereka ketika bermain disana membuat saya berfikir, “ah..ternyata bahagia itu sederhana sekali”. Anak-anak itu berenang, bermain bola dan tertawa bersama teman-temannya meskipun hanya bermain di lubang galian yang sebenarnya jauh dari kesan mewah, malah bagi sebagian orang sangat menjijikkan. Mereka tetap saja bermain tidak peduli pandangan orang-orang yang melihat mereka.

Bahagia itu benar-benar sederhana. Buktinya, anak-anak itu tak butuh kolam renang mewah untuk bahagia. Kubangan air yang bagi sebagian besar menganggapnya kotor dan jorok itu pun bagi anak-anak itu adalah ‘surga’ dimana mereka bisa mendapatkan kebahagiaan.

 Iyaa memang kalo difikir-fikir urusan itu kurang baik kalo dilihat secara biologi, fisika maupun kimia *hehehe* tapi sekali-sekali kan gak kenapa-kenapa, berani kotor *korban iklan, hihi*

Saya masih bisa membayangkan bagaimana wajah keceriaan mereka saat itu. Ahhh anak-anak memang nampaknya makhluk yang penuh keceriaan dan bisa menularkan kebahagiaan mereka kepada siapa saja :’)

            Setiap kejadian itu bisa di ambil hikmahnya. coba untuk melihat dan merasakannya, semoga timbul pemahaman-pemahaman baru yang baik.
Semoga postingan kali ini bermanfaat yahh..

*tih (180913) 15:52

Jumat, 06 September 2013

Nikmatilah :)





            Teman, mari kita luangkan waktu sejenak. Mengapa tidak kita perhatikan dengan seksama alam sekitar ini? Yang begitu ceria menemuimu, namun terkadang kita tampak lesu  menyambutnya, mengapa?

            Ketika menemui udara pagi yang cerah, langit hari begitu indah, mengapa kita sibuk mencemaskan hujan yang tak kunjung datang? Bila saja kita nimkati semuanya tanpa keluh kesah, pastilah kita dapat mengerjakan begitu banyak kegiatan dengan penuh kegembiraan. Nikmatilah, karena jika kita tidak menikmatinya, saat hujan menggenangi tanah, kita pun akan kembali resah memikirkan kapan hujan berhenti.

            Mangapa pula kita harus memikirkan sesuatu yang tidak ada, namun suatu saat pasti akan hadir juga? Sedangkan memikirkan hal itu hanya akan membuat kita kehilangan keindahan hari ini karena mencemaskan sesuatu yang belum pasti.

            Jika hari ini kita menderita, maka nikmatilah segalanya, karena berfikirlah bahwa inipun akan berlalu. Jangan mengeluh, karena bila suatu saat nanti kita jauh lebih menderita, dikhawatirkan kita tak akan sanggup untuk menerimanya. Maka, nikmatilah rasa sedih dengan mengenang kesedihan yang lebih dalam yang pernah kita alami.

            Maka nikmatilah. Jangan sampai  kita kehilangan nikmat dari penderitaan dan hanya mendapatkan getirnya saja. Nikmatilah dengan bersyukur dan memanfaatkan apa yang kita miliki dengan lebih baik lagi agar esok menjadi sesuatu yang lebih berguna.

            Nikmatilah rasa galau dengan bertafakur lebih banyak atas permasalahan yang kita hadapi, dengan memikirkan kedewasaan yang akan kita gapai atas keresahan itu. Nikmatilah rasa amarah dengan kemampuan mengendalikan diri. Dengan memikirkan kemenangan atas diri pribadi yang tak semua orang dapat melakukannya.

            Berfikir postiflah atas apa pun yang kita jalani, atas apapun yang kita hadapi, atas apapun yang kita terima, karena dengan begitu kita akan bahagia. Nikmatilah karena inipun akan berlalu. Nikmatilah, agar kita tidak kehilangan hikmah dan keindahannya saat segalanya telah tiada :’)

            Baru-baru ini sahabatku pernah mengucapkan kalimat yang membuatku berfikir, kira-kira kalimatnya seperi ini, “Simpan kepedihanmu, ceritakanlah nanti setelah kau sukses”. Ahh iyaa, ku fikir kalimat itu benar sekali, karena pengorbanan terkadang atau bahkan seringkali penuh dengan kepedihan dan kepahitan namun itu harus kita hadapi. Pengorbanan adalah sarana untuk mencapai keinginan. Jadi, jika ingin keinginan terwujud maka pasti harus ada pengorbanan. Nikmatilah saja prosesnya, toh kepedihan akan segera berlalu. Dan kepedihan itu memang tak seharusnya di umbar. Mungkin pengecualian jika suatu saat nanti kita sudah mendapat gelar 'sukses' , mungkin kepedihan itu harus diceritakan dengan niat agar dapat dijadikan pelajaran dan motivasi untuk orang lain.

            Ibnu Al-Jauzi pernah berkata, “ Aku pernah dihimpit permasalahan yang membuatku gelisah dan galau berlarut-larut. Kupikirkan dan ku cari solusi dengan segala cara dan usaha. Tapi, aku tidak menemukan satu jalan pun untuk keluar  darinya. Namun, ku sadari bahwa jalan keluar satu-satunya drai segala kegalauan adalah ketakwaan. Dan ketika jalan ketakwaan itu ku tempuh, tiba-tiba Allah sudah lebih dulu menurunkan penyelesaian”. :’)

Semoga bermanfaat ^_^