Sejak awal penciptaan kita,cinta
telah berperan disana. Manusia dimulai dari ketiadaan, ruang kosong tanpa
waktu, lalu Allah berkehendak menjadikan kita dengan cinta-Nya. Ditiupkan-Nya
ruh kepada kita, yang membuat kita menjadi ada. Yang membuat kita bisa
merasakan lezatnya hidangan yang kita santap, sejuknya udara saat hujan mereda,
dan membuat semua indra kita bisa berfungsi. Tanpa kehendak Allah dan tanpa
izin-Nya,mustahil semua yang ada pada diri kita bisa kita nikmati.Mustahil...
Lalu, kita tumbuh berkembang didalam
cinta di rahim bunda kita tersayang. Diawali pernikahan mulia ayah dan bunda
kita. Setiap hari mereka berdua memantau dan menanti perkembangan kita.
Ayah kita begitu gembira menanti
kedatangan kita. Ditengah usahanya menafkahi bunda dan calon ankaknya serta
menabung untuk kelahiran buah hatinya, ia tak jarang mengingat kita, selalu
terusik kerjanya bila muncul pertanyaan,”Apakah anakku baik-baik saja?”.
Setiap upaya yang ia terima selalu
diutamakannya untuk kita nanti. Tak jarang ayah dan bunda kita menahan lapar
dengan alasan, “ini untuk si kecil natnti”.
Bunda, sungguh tak terhitung jasamu.
Setiap hari kita memberatkan dan membatasi mereka dengan tubuh kita yang setiap
hari semakin besar. Setiap hari disibukkannya dengan membaca buku, “Bagaimana
mempersiapkan kedatangan seorang bayi?”.
Bunda makan makanan yang bergizi
walaupun saat itu mereka tidak menginginkan. Bukan karena apa-apa, karena kita
mebutuhkan gizi dan makanan ynag baik. Di masa-masa menjelang kelahiran, semua
keluarga besar bergembira, ayah dan bunda kita berdiskusi memilih nama apa yang
paling tepat untuk kita.
Sampai kelahiran pun dipenuhi dengan
cinta yang tulus. Perasaan senang, khawatir dan takut bercampur menjadi satu
dalam diri mereka. Senang karena kita akan segera lahir ke dunia, khawatir
dengan proses persalinan yang mereka lakukan. Takut jangan-jangn Allah
memanggil ketika melahirkan, sehingga bunda tidak bisa menemani dan membimbing
kita menjadi dewasa dan menjadi anak yang saleh.
Setap teriakan yang dia keluarkan
menambah kecemasan ayah kita yang setia menunggu proses kelahiran. Baginya
itulah waktu terlama yang pernah ia rasakan,ia berfikir, “ya Allah,saat ini ,
apapun tidak berarti, kecuali kelahiran buah hatiku”.
Teriakan demi teriakan berlanjut,
setiap teriakan mewakili pertaruhan nyawa yang sedang dilakukannya. Demi buah
hatinya, tak tersisip sedikut pun rasa gentar menjalani semua itu. Rasa sakit
dihadapi, nyawa dipertaruhkan. Keselamatannya bukan lagi jadi yang utama,
keselamatan kita mengalahkan segala kepentingan akan nyawa baginya.
Setiap erangan, tetesan air mata dan
darah yang ia alirkan adalah benih kebaikan. Jihad seorang bunda adalah
melahirkan anaknya. Tak sekalipun ia menyesal, tak sekalipun ia mengeluh. Dalam
hidupnya, mungkin itu hari paling menyakitkan yang ia rasakan, tapi itu juga
hari paling berbahagia yang pernah ia rasakan. Semua karena kita.
Dikutip dari buku "Udah Putusin Aja"_Us.Felix Y.Siauw
*Semoga Bermanfaat* :')
Tidak ada komentar:
Posting Komentar