Jumat, 12 April 2013

Atas Nama Cinta (Part 1)



            Sejak awal penciptaan kita,cinta telah berperan disana. Manusia dimulai dari ketiadaan, ruang kosong tanpa waktu, lalu Allah berkehendak menjadikan kita dengan cinta-Nya. Ditiupkan-Nya ruh kepada kita, yang membuat kita menjadi ada. Yang membuat kita bisa merasakan lezatnya hidangan yang kita santap, sejuknya udara saat hujan mereda, dan membuat semua indra kita bisa berfungsi. Tanpa kehendak Allah dan tanpa izin-Nya,mustahil semua yang ada pada diri kita bisa kita nikmati.Mustahil...

            Lalu, kita tumbuh berkembang didalam cinta di rahim bunda kita tersayang. Diawali pernikahan mulia ayah dan bunda kita. Setiap hari mereka berdua memantau dan menanti perkembangan kita.

            Ayah kita begitu gembira menanti kedatangan kita. Ditengah usahanya menafkahi bunda dan calon ankaknya serta menabung untuk kelahiran buah hatinya, ia tak jarang mengingat kita, selalu terusik kerjanya bila muncul pertanyaan,”Apakah anakku baik-baik saja?”.

            Setiap upaya yang ia terima selalu diutamakannya untuk kita nanti. Tak jarang ayah dan bunda kita menahan lapar dengan alasan, “ini untuk si kecil natnti”.

            Bunda, sungguh tak terhitung jasamu. Setiap hari kita memberatkan dan membatasi mereka dengan tubuh kita yang setiap hari semakin besar. Setiap hari disibukkannya dengan membaca buku, “Bagaimana mempersiapkan kedatangan seorang bayi?”.

            Bunda makan makanan yang bergizi walaupun saat itu mereka tidak menginginkan. Bukan karena apa-apa, karena kita mebutuhkan gizi dan makanan ynag baik. Di masa-masa menjelang kelahiran, semua keluarga besar bergembira, ayah dan bunda kita berdiskusi memilih nama apa yang paling tepat untuk kita.

            Sampai kelahiran pun dipenuhi dengan cinta yang tulus. Perasaan senang, khawatir dan takut bercampur menjadi satu dalam diri mereka. Senang karena kita akan segera lahir ke dunia, khawatir dengan proses persalinan yang mereka lakukan. Takut jangan-jangn Allah memanggil ketika melahirkan, sehingga bunda tidak bisa menemani dan membimbing kita menjadi dewasa dan menjadi anak yang saleh.

            Setap teriakan yang dia keluarkan menambah kecemasan ayah kita yang setia menunggu proses kelahiran. Baginya itulah waktu terlama yang pernah ia rasakan,ia berfikir, “ya Allah,saat ini , apapun tidak berarti, kecuali kelahiran buah hatiku”.
            Teriakan demi teriakan berlanjut, setiap teriakan mewakili pertaruhan nyawa yang sedang dilakukannya. Demi buah hatinya, tak tersisip sedikut pun rasa gentar menjalani semua itu. Rasa sakit dihadapi, nyawa dipertaruhkan. Keselamatannya bukan lagi jadi yang utama, keselamatan kita mengalahkan segala kepentingan akan nyawa baginya.

            Setiap erangan, tetesan air mata dan darah yang ia alirkan adalah benih kebaikan. Jihad seorang bunda adalah melahirkan anaknya. Tak sekalipun ia menyesal, tak sekalipun ia mengeluh. Dalam hidupnya, mungkin itu hari paling menyakitkan yang ia rasakan, tapi itu juga hari paling berbahagia yang pernah ia rasakan. Semua karena kita.

Dikutip dari buku "Udah Putusin Aja"_Us.Felix Y.Siauw
*Semoga Bermanfaat* :')

Tidak ada komentar:

Posting Komentar