Lalu, lahirlah
kita. Dengan teriakan yang nyaring dan menggema, diperlihatkan wajah kita yang
masih belum bisa membuka mata dan masih bermandikan darah bunda kita. Ia tersenyum,
merasa dirinya paling bahagia diseluruh semesta. Padahal tadi ia berteriak-teriak
kesakitan. Semua hilang ketika melihat wajah kita.
Inilah cinta. Ayah pun menghambur
masuk, mencium bunda dan segera mengumandangkan adzan ke telinga kita. Tanda syukur
yang mendalam, buyar sudah semua cemas-galaunya. Inilah Cinta.
Ketika kita tumbuh dan berkembang
pun semuanya diliputi kehangatan cinta. Tangis kita menjadi usikan dikala
mereka berdua tertidur, tapi dengan senang hati bunda bangun, mengganti popok
yang basah, menenangkan kita yang rewel untuk tidur kembali.
Tak beberapa saat kitapun kembali
membangunkan tidur mereka yang baru sedikit pulas, kali ini karena lapar. Dengan
penuh kesabaran, kembali bunda bangun dan menyusui kita sampai kita tenang dan
tertidur kembali. Inilah cinta.
Ketika kita beranjak dewasa, mereka
mendengarkan semua keluhan dan makian kita. Suara kita yang keras saat marah
dengan mereka, mereka balas dengan nasihat yang tulus. Diajarinya kita semua
hal tentang dunia dan hidup.
Setiap tak lupa di do’akannya kita
setelah sholatnya, sampai detik ini pun ia masih berdo’a, “Ya Allah, jadikanlah
putra-putriku sedap dipandang mata dan berikanlah mereka hati yang lembut dan
kesalehan”.
Seringkali mereka menangis saat kita
membentak mereka,sakit. Tapi esoknya, kembali diperlihatkannya wajah dan senyum cerianya,kembali memasak
makanan dan menyiapkan pakaian kita. Tanpa keluhan. Inilah cinta.
Tapi, mari kita putar balik memori
kita. Tulusnya cinta kedua orang tua kitayang selalu meberi tanpa pamrih,
sudahkan kita menghargainya dan mengingatnya? Pernahkah kita membelikan hadiah
kepada bunda kita, atau sekadar memeluk bunda kita dan mengucapkan, “Terima kasih
yaa, Bunda”.
Ata pemberian yang takkan bisa kita
balas?pernahkah kita mengucapkan, “Terima kasih, Ayah, atas upayamu menghidupi
dan mencukupi keluarga”.
Atau pernahkah kita meminta maaf
saat kita melakukan kesalahan kepada ayah kita? Atau sekadar berdoa bagi mereka
berdua setelah sholat? Ingatkah kita kepada mereka berdu saat kita mendapatkan
kesenangan?
*terharu bacanya ;')*
Dikutip dari buku, "Udah Putusin Aja"-Ust.Felix Y.Siauw
Semoga bermanfaat :')
Tidak ada komentar:
Posting Komentar